Digital transformation (Foto: istockphoto.com) |
"Perubahan itu niscaya, karenanya tidak ada luka yang ditimbulkan" kata I Ching, maha guru dari Fritjof Capra. Sesiapa yang tidak bersiap diri dengan perubahan akan terlindas perubahan itu sendiri.
Beberapa hari terakhir ini terlihat ragam sikap dan
gelombang besar penolakan terhadap perubahan. Tapi yah namanya zaman
terus bergerak maju, melindas apa saja yang menghadang.
Lihatlah perubahan perilaku dalam memilih jenis
transportasi yang ada di Jakarta saat ini. Dimulai dari jenis GO-JEK
lalu taksi online dan mungkin banyak lagi lainnya. Kini transportasi
Jakarta sedang galau-galaunya. Maksud saya pemilik transportasi
konvensional lagi galau hadapi jenis taksi yang tidak berwujud alias
online. Besok (23-03-16) dikabarkan taksi konvensional bakal mogok masal, setelah seharian tadi demo besar-besaran.
Anehnya malah taksi online meraup keuntungan dari situasi
ini. Hari ini dan malah besok taksi online bebas cari duit tanpa saingan
sama sekali. Konon taksi online akan menggratiskan pengguna dengan
jarak tertentu. Woww.. Ini terlihat seperti perang di Mission Imposible.
Yah itu di transportasi. Bayangan saya, mungkin tidak
terlalu lama kita juga bakal melihat deretan demonstrasi para pekerja
atau pemilik travel agent dengan dalih merugi gegara adanya travel agent
online, semisal traveloka. Tentu dengan berbagai bagai argumen yang
bakal kita dengar. Seperti, travel agent konvensional bayar pajak,
miliki surat-surat usaha, terdaftar dan lain lain yang resmi dari
pemerintah. Sementara traveloka dan sejenisnya apa bayar pajak? Ngurus
izin usaha dimana? Jadi wajar kan usaha online itu ngasi harga tiket
hotel dan pesawat murah, ya kan gak bayar pajak. Persis alasan taksi
konvensional menyeteru taksi online.
Memang seabrek masalah yang belum selesai di era digital
ini. Tapi setumpuk kemudahan juga telah dinikmati berkat pesatnya era
digital. Saya dan mungkin juga anda, pernah menikmati layanan aplikasi
online itu semisal traveloka. Dengan aplikasi online semacam ini paling
tidak saya dapat tiket dengan harga terjangkau. Ah tidak dengan harga
murah. Hehehe
Advertisement
Dampak lainnya, ya calo-calo tiket pesawat bahkan hotel
jadi kehilangan job. Mungkin sebaiknya layanan tiket kapal PT. PELNI
perlu didorong untuk mengarah ke digital melalui aplikasi berbasis
online. Paling tidak calo-calo tiket yang keliaran di pintu masuk
pelabuhan bebas cari pekerjaan lain yang lebih baik.
Era digital ini juga "memaksa" tidak terkecuali lembaga
pemerintah untuk terlibat dan masuk dunia digital dengan layanan
aplikasi online. Salah satu lembaga pemerintah penyedia informasi publik
sebut saja BPS kini berbasis aplikasi online. Memang fitur aplikasinya
relatif lengkap tapi desain tampilan cenderung kurang menarik. Yah
maklum saja, pengadaan aplikasi semacam ini di lembaga pemerintah kan
berbasis proyek. Dan anda tahu kan maksud saya. Hehehe.. Itulah mengapa
tampilan dan desain aplikasi non lembaga negara selalu terlihat lebih
menarik, futuristik dan seterusnya dan seterusnya. Tapi tidak apalah,
setidaknya kita tidak lagi habiskan waktu di kantor BPS hanya untuk
ambil data. Kini data-data itu ada di ujung jari.
Selamat datang kawan di zaman digital. Inilah dunia
digital, mereka yang siap akan menuai panen seperti lembaga perbankan
semisal BNI, BRI, Mandiri dan seterusnya yang sudah memberi layanan
perbankan secara online.
Bagi yang tidak siap yah tinggal meringis. Di era digital
ini semua "diseret" masuk dalam suatu dunia tanpa batas, berbagi dengan
mudahnya. Itulah yang sejak lama ekonom Prof Rhenald Khasali
mengingatkan kita dengan 3 prinsip dari perubahan zaman ini. Shaden,
shift dan share.
Tidak terkecuali dunia pendidikan juga ikut "diseret" dan
dipaksa untuk masuk ke ruang digital. Kampus yang tidak bisa ikut yah
tunggulah, zaman akan melindas. Bukan hanya itu, dosen yang notabene
salah satu pelaku di dunia riset dan publikasi ikut kena getah era
digital. Melesat maju atau terlindas. Pilihannya terserah anda.
Tabik
Rochmady
Founder Mokesano Institut
Founder Mokesano Institut