Iklan

BudayaEventFeaturedSosial

Catatan Seminar DPR/MPR RI dan STIP Wuna Raha: "Pentingnya GBHN"

kumebano
Senin, 26 Oktober 2015, 21.21 WIB
Last Updated 2022-04-24T14:02:04Z WIB
Advertisement
Ir. Ridwan Bae (Foto by Rochmady)

Dalam beberapa tahun terakhir ini, issu hilangnya arah pembangunan negara akibat ketiadaan pedoman pelaksanaan program pembangunan baik nasional maupun daerah kembali mengemuka. Memang kita telah memiliki RPJPN 2005-2025 yang memiliki kedudukan setara GBHN selaku pedoman arah gerak pembangunan. Namun keberadaan RPJPN dipandang belum memiliki kualifikasi yang setara GBHN dahulu, oleh karena RPJPN bukan merupakan suatu produk ketetapan MPR yang dapat ditagih di akhir periode pemerintahan untuk dilakukan penilaian seberapa besar presiden selaku mandataris rakyat melaksanakan mandat pembangunan yang telah ditetapkan di dalam Garis-Garis Besar Haluan bernegara (RPJPN).

Dalam kesadaran pemahaman itu, beberapa forum ilmiah bahkan sampai pada titik merekomendasikan agar dikembalikannya kedudukan GBHN bahkan menyerukan kembali kepada Demokrasi Pancasila yang salah satu titik tekannya adalah mengembalikan kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara guna melaksanakan penilaian dan evaluasi terhadap kinerja pembangunan yang dilaksanakan oleh presiden

Wakil Dekan Fisip UHO memaparkan makalah. (Foto by Rochmady)

Untuk merespon perkembangan itu, Sekolah Tinggi Pertanian Wuna Raha bekerjasama dengan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menyelenggarakan seminar sehari pada hari Minggu 18 Oktober 2015 lalu bertempat di Aula Galampa Kantolalo, Raha, dengan menghadirkan salah satu Anggota MPR/DPR RI asal Sultra, Ir. Ridwan Bae serta panelis Dr. Bahtiar, M.Si (Dekan Fisipol UHO Kendari) guna membicarakan agenda itu dengan tema "Pentingnya Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN)".

Seminar sehari dihadiri sejumlah elemen masyarakat Kabupaten Muna dan Muna Barat mulai dari civitas akademika STIP Wuna, Tokoh Pemuda yang diwakili sejumlah organisasi kepemudaan diantaranya KNPI, Barisan Muda NU, PMII, Muhamadyah, sejumlah LSM, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Pimpinan Partai Politik Daerah, Anggota DPRD Muna dan Muna Barat, TNI, Polri, hingga unsur pemerintah daerah dan insan pers. Para peserta seminar begitu antusias membedah point utama yakni kondisi objektif perencanaan pembangunan tanpa GBHN, dampak negatif perencanaan pembangunan dengan dan tanpa GBHN serta implikasi hukum, ekonomi, sosial, politik, budaya, hankam jika dikembalikannya kedudukan GBHN dalam hirarki perencanaan pembangunan nasional.

Seyogyanya seminar seperti ini dilaksanakan di ruang-ruang akademik untuk membedah hingga tuntas dari berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun tak bisa dipungkiri, issu kembali kepada GBHN telah menjadi issu publik yang cukup hangat dibicarakan. Bahkan diskusi publik itu telah masuk dalam daftar rekomendasi forum rektor beberapa saat lalu.

Seminar berpandangan, perencanaan pembangunan nasional saat ini dengan pola RPJPN 2005-2025 dipandang belum optimal, oleh karena berganti rezim pemerintahan maka orientasi pembangunan berganti pula. Ini terjadi karena perencanaan pembangunan nasional suatu rezim tidaklah berkesinambungan dengan agenda pembangunan yang telah ada. Untuk itu dipandang penting untuk segera melakukan peningkatan status hukum RPJPN menjadi Ketetapan MPR. Namun demikian sikap ini juga tidaklah mudah sebab akan berdampak pada reposisi beberapa struktur ketatanegaraan yang ada. Lebih jauh dapat berdampak pada aspek politik, sosial, budaya hingga aspek pertahanan dan keamanan.

Sebagaimana suatu gagasan, maka pikiran-pikiran yang tertuang dalam agenda pembangunan mestilah mencerminkan tujuan pembangunan seutuhnya bukan pembangunan yang berorientasi pada keterpilihan pada pemilu mendatang. Oleh karena itu, diskusi pentingnya GBHN mesti terus didorong untuk membedah lebih jauh dampak negatif maupun manfaatnya.


Rochmady, S.Pi., M.Si
Civitas Akademika STIP Wuna/Panitia Teknis Daerah
Raha, 20 Oktober 2015